AKU
Aku berjalan ditengah malam buta
Pergi mencegah matahari tumpah
“Esok itu milikku”
Maka kau tak perlu terburu-buru bangun
Untuk melingkari rutinitasmu sepanjang hari
Rancanglah liburan terbaik yang pernah ada
Bianglala terindah atau mata bulat kekasihmu; Aku
Ini cukup mudah
Kau hanya perlu tambahan mimpi
.
“Esok itu milikku
Biarkan itu milikku”
Lukisan purnama penggantinya
Kuhias dengan seribu puisi
Nanti, akan kuceritakan juga
Tentang rasa memeluk matahari
Dewata Cengkar pasti memendam iri
.
“Ini milikku..
Esok itu milikku
Biarkan itu menjadi milikku”
.
Namun, seseorang telah menghakimi
Prasangka terburuknya,
Menyudahi ulah mimpi-mimpiku
Aku tak mungkin berlari,
Langkahku pasti terhenti
Memudar merahku..
Pecahan matahari tercerai kesegala arah
Seluruh penjuru penduduk bumi mendapatkannya.
.
“Esok itu milikku
Biarkan itu semestinya milikku”
Lalu kau akan menemukan aku
Pada lembar kehidupan yang lain
Yang terpahat bagai relief-relief
Dimana garis-garis akan menyatu
.
Lalu kau akan mendongengkan
Aku; pada anak cucumu..
Yang sedang melukis mimpi, matahari
dan rembulan diatas danau tak bertepi
reblog from : http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2013/01/29/aku-529615.html